Mungkin waktu itu aku sedang ketiban mujur, tepat di pintu masuk entah apa penyebabnya tiba-tiba saja Jenny seperti akan terjatuh dan refleks aku meraih badannya dengan maksud untuk menahan supaya dia tak benar-benar terjatuh, tapi tanpa sengaja tanganku menyentuh sesuatu di bagian dadanya.
MEJAQQ: AGEN JUDI POKER DOMINOQQ BANDARQ ONLINE TERBESAR DI ASIA
Cerita Panas Setelah dapat berdiri dgn sempurna Jenny memandang ke arahku sambil tersenyum, ya ampun menurutku itu merupakan sesuatu yang istimewa mengingat sifatnya yang kuketahui selama ini.“Terima kasih Pak Steven, hampir saja aku terjatuh.”
“Oh, tidak apa-apa, maaf yang barusan tidak sengaja.”
“Tidak apa-apa.”
Seperti itulah dialog yang terjadi pagi itu. Walaupun tidak mau mikirin terus kejadian tersebut tapi aku tetap merasa kurang enak karena telah menyentuh sesuatu pada badannya walaupun tanpa sengaja, waktu melihat ke arah meja kerjanya melalui kaca pintu ruanganku dia juga kelihatannya kepikiran dengan kejadian tersebut, untung waktu masuk kerja masih empat puluh lima menit lagi jadi belum ada orang, seandainya pada waktu itu sudah banyak orang mungkin dia selain merasa kaget juga akan merasa malu.
Aku kembali melakukan rutinitas keseharian menggeluti angka-angka yang tidak ada ujungnya. Sudah kebiasaanku setiap tiga puluh menit memandang gambar panorama yang kutempel dikaca pintu ruanganku untuk menghindari kelelahan pada mata, tapi ternyata ada sesuatu yang lain di seberang pintu ruanganku pada hari itu, aku melihat Jenny sedang memandang ke arah yang sama sehingga pandangan kami bertemu.
Lagi, dia tersenyum kearahku, aku malah jadi bertanya-tanya ada apa gerangan dengan perempuan itu, aku yang geer atau memang dia jadi lain hari ini, ah mungkin hanya pikiranku saja yang ngelantur.
Jam istirahat makan seperti biasa semua orang kumpul di kantin untuk makan siang, dan suatu kebetulan lagi waktu cari tempat duduk ternyata kursi yang kosong ada di sebelah Jenny, akhirnya aku duduk disana dan menyantap makanan yang sudah kuambil.
Setelah selesai makan, kebiasaan kami ngobrol ngalor-ngidul sambil menunggu waktu istirahat habis, karena aku duduk disebelah dia jadi aku ngobrol sama dia, padahal sebelumnya aku males ngobrol sama dia.
“Gimana kabar suaminya Jen?” aku memulai percakapan
“Baik pak.”
“Terus gimana kerjaannya? masih di tempat yang dulu?”
“Sekarang sedang meneruskan studi di amerika, baru berangkat satu bulan yang lalu.”
“Oh begitu, baru tahu aku.”
“Ingin lebih pintar katanya pak.”
“Ya baguslah kalau begitu, kan nantinya juga untuk masa depan berdua.”
“Iya pak.”
Setelah jam istirahat habis semua kembali ke ruangan masing-masing untuk meneruskan kerjaan yang tadi terhenti. Akupun kembali hanyut dengan kerjaanku.
Pukul setengah tujuh aku bermaksud beres-beres karena penat juga kerja terus, tanpa sengaja aku melihat ke arah pintu ruanganku ternyata Jenny masih ada di mejanya. Setelah semua beres akupun keluar dari ruangan dan bermaksud untuk pulang, aku melewati mejanya dan iseng aku sapa dia.
“Kok tumben hari gini masih belum pulang?”
“Iya pak, ini baru mau pulang, baru beres, banyak kerjaan hari ini”
Aku merasakan cara bicaranya lain hari ini, tidak seperti hari-hari sebelumnya yang kalau bicara selalu kedengaran resmi, yang menimbulkan rasa tak akrab.
“Ya udah kalo begitu kita bareng aja.” ajakku menawarkan.
“Tidak usah pak, biar aku pulang sendiri saja.”
“Tidak apa-apa, ayo kita bareng, ini udah terlalu malam.”
“Oke deh Pak kalau begitu.”
Sambil berjalan menuju tempat parkir kembali kutawarkan jasa yang walaupun sebetulnya niatnya hanya iseng saja. Mejayes
“Gimana kalo Jenny bareng aku, kita kan searah.”
“Tidak usah pak, biar aku pakai angkutan umum atau taksi saja.”
“Lho, jangan gitu, ini udah malem, tidak baik perempuan jalan sendiri malem-malem.”
“Yasudah deh pak kalau gitu.”
Di sepanjang jalan yang dilalui kami tidak banyak bicara sampai akhirnya aku perhatikan dia sedikit lain, dia kelihatan murung, kenapa ini perempuan.
“Loh, kok kelihatannya murung, kenapa?” tanyaku penasaran.
“Tidak apa-apa pak.”
“Tidak apa-apa kok ngelamun begitu, perlu teman buat ngobrol?” tanyaku memancing.
“Tidak ah pak, malu.”
“Kok malu sih, Tidak apa-apa kok, ngobrol aja aku dengerin, kalo bisa dan perlu mungkin aku akan bantu.”
“Susah mulainya pak, soalnya ini terlalu pribadi.”
“Oh begitu, ya kalo tidak mau ya tidak usah, aku tidak akan maksa.”
“Tapi sebetulnya memang aku perlu orang juga untuk teman ngobrol tentang masalah ini.”
“Ya udah kalo begitu obrolin saja sama aku, rahasia dijamin kok.”
“Ini soal suami aku pak.”
“Ada apa dengan suaminya?”
“Itu yang bikin aku malu untuk meneruskannya.”
“Tidak usah malu, kan udah aku bilang dijamin kerahasiaannya kalo Jenny ngobrol ke aku.”
“Itu pak, aku sering baca buku-buku mengenai hubungan suami istri.”
“Terus kenapa?”
“aku baca, akhir dari hubungan badan antara suami istri yang bagus adalah orgasme yang dialami oleh keduanya.”
“Terus letak permasalahannya dimana?”
“Mengenai orgasme, aku sampai dengan waktu ini aku hanya sempat membacanya tanpa pernah merasakannya.”
Lendir Meki Aku sama sekali tidak pernah menduga kalo pembicaraannya akan mengarah kesana, dalam hati aku membatin, masa sih kawin satu setengah tahun sama sekali belum pernah mengalami orgasme? timbul niatku untuk beramal:-)
“Masa sih Jen, apa betul kamu belum pernah merasakan orgasme seperti yang barusan kamu bilang?”
“Betul pak, kebetulan aku ngobrolin masalah ini dengan bapak, jadi setidakaknya bapak bisa memberi masukan karena mungkin ini adalah masalah laki-laki.”
“Ya, gimana ya, sekarang kan suami Jenny lagi tidak ada, seharusnya waktu suami Jenny ada barengan pergi ke ahlinya untuk konsultasi masalah itu”
“Pernah beberapa kali aku ajak suami aku, tapi dia menolak dan akhirnya kalau aku singgung masalah itu hanya menimbulkan pertengkaran diantara kami.”
Tanpa terasa jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, dan tanpa terasa pula kami sudah sampai didepan rumah Jenny, Aku bermaksud mengantar dia sampai depan pintu rumahnya.
“Tidak usah pak, biar sampai sini saja.”
“Tidak apa-apa, takut ada apa-apa biar aku antar sampai depan pintu.”
Dasar, kakiku menginjak sesuatu yang lembek ditanah dan hampir saja terpeleset karena penerangan di depan rumahnya agak kurang. Setelah sampai di teras rumahnya kulihat kakiku, ternya yang kunjak tadi adalah sesuatu yang kurang enak untuk disebutkan, sampai-sampai sepatuku sebelah kiri hampir setengahnya kena.
“Aduh Pak Steven, gimana dong itu kakinya.”
“Tidak apa-apa, nanti aku cuci kalo udah nyampe rumah.”
“Dicuci disini aja pak, nanti tidak enak sepanjang jalan kecium baunya.”
“Ya udah, kalo begitu aku ikut ke toilet.”
Setelah membersihkan kaki aku dipersilahkan duduk di ruang tamunya, dan ternyata disana sudah menunggu segelas kopi hangat. Sambil menunggu kakiku kering kami berbincang lagi. BandarQ Online
“Oh ya Jen, mengenai yang kamu ceritakan tadi di jalan, gimana cara kamu mengatasinya?”
“aku sendiri bingung Pak harus bagaimana.”
Mendengar jawaban seperti itu dalam otakku timbul pikiran kotor lelaki.
“Gimana kalau besok-besok aku kasih apa yang kamu pengen?”
“Yang aku mau yang mana pak.”
“Loh, itu yang sepanjang jalan kamu bilang belum pernah ngalamin.”
“Ah bapak bisa aja.”
“Bener kok, aku bersedia ngasih itu ke kamu.”
Termenung dia mendengar perkataanku tadi, melihat dia yang sedang menerawang aku berpikir kenapa juga harus besok-besok, kenapa tidak sekarang saja selagi ada kesempatan.
Kudekati dia dan kupegang tangannya, tersentak juga dia dari lamunannya sambil menatap kearahku dengan penuh tanda tanya. Kudekatkan wajahku ke wajahnya dan kukecup pipi sebelah kanannya, dia diam tak bereaksi.
Ku kecup bibirnya, dia menarik napas dalam entah apa yang ada dipikirannya dan tetap diam, kulanjutkan mencium hidungnya dan dia memejamkan mata.
Ternyata nafsu sudah menggerogoti kepalaku, kulumat bibirnya yang tipis dan ternyata dia membalas lumatanku, bibir kami saling berpagut dan kulihat dia begitu meresapi dan menikmati adegan itu.
Kutarik tangannya untuk duduk disebelahku di sofa yang lebih panjang, dia hanya mengikuti sambil menatapku. Kembali kulumat bibirnya, lagi, dia membalasnya dengan penuh semangat.
Dengan posisi duduk seperti itu tanganku bisa mulai bekerja dan bergerilya. Kuraba bagian dadanya, dia malah bergerak seolah-olah menyodorkan dadanya untuk kumainkan.
Kuremas dadanya dari luar bajunya, tangan kirinya membuka kancing baju bagian atasnya kemudian membimbing tangan kananku untuk masuk kedalam BHnya. Ya ampun bener-bener udah tidak tahan dia rupanya.
Kulepas tangan dan bibirku dari badannya, aku berpindah posisi bersandar pada pegangan sofa tempatku duduk dan membuka kalkiku lebar-lebar.
Kutarik dia untuk duduk membelakangiku, dari belakang kubuka baju dan BHnya yang waktu itu sudah nempel tidak karuan, kuciumi leher bagian belakang Jenny dan tangan kiri kananku memegang gunung di dadanya masing-masing satu, dia bersandar kebadanku seperti lemas tak bertenaga untuk menopang badannya sendiri dan mulai kuremas payudaranya sambil terus kuciumi tengkuknya.
Setelah cukup lama meremas buah dadanya tangan kiriku mulai berpindah kebawah menyusuri bagian perutnya dan berhenti di tengah selangkangannya, dia melenguh waktu kuraba bagian itu.
Kusingkap roknya dan tanganku langsung masuk ke celana dalamnya, kutemukan sesuatu yang hangat-hangat lembab disana, sudah basah rupanya. Kutekan klitorisnya dengan jari tengah tangan kiriku.
“Ohh .. ehh ..”
aku semakin bernafsu mendengar rintihannya dan kumasukkan jariku ke kemaluannya, suaranya semakin menjadi. Kukeluar masukkan jariku disana, badannya semakin melenting seperti batang plastik kepanasan, terus kukucek-kucek semakin cepat badannya bergetar menerima perlakuanku. Dua puluh menit lamanya kulakukan itu dan akhirnya keluar suara dari mulutnya.
“Udah dulu pak, aku tidak tahan pengen pipis.”
“Jangan ditahan, biarkan aja lepas.”
“Aduh pak, tidak tahan, Jenny mau pipis .. ohh .. ahh.”
Badanya semakin bergetar, dan akhirnya.
“Ahh .. uhh.”
Badanya mengejang beberapa waktu sebelum akhirnya dia lunglai bersender kedadaku.
“Gimana jen rasanya?”
“Enak pak.”
Kulihat air matanya berlinang.
“Kenapa kamu menangis Jen?”
Dia diam tak menyahut.
“Kamu nyesel udah melakukan ini?” tanyaku.
“Bukan pak.”
“Lantas?”
“aku bahagia, akhirnya aku mendapatkan apa yang aku idam-idamkan selama ini yang seharusnya datang dari suami aku.”
“Oh begitu.”
Kami saling terdiam beberapa waktu sampai aku lupa bahwa jari tengah tangan kiriku masih bersarang didalam kemaluannya dan aku cabut perlahan, dia menggeliat waktu kutarik jari tanganku, dan aku masih terdiam dengan kata-kata terakhir yang terlontar dari mulutnya, benar rupanya .. dia belum pernah merasakan orgasme. Daftar Mejaqq
“Mau ke kamar mandi pak?”
Tiba-tiba suara itu menyadarkanku dari lamunan ..
“Oh ya, sebelah mana kamar mandinya?”
“Sebelah sini pak”, sahutnya sambil menunjukkan jalan menuju kamar mandi.
Dia kembali ke ruang tamu sementara aku mencuci bagian tangan yang tadi sudah melaksanakan tugas sebagai seorang laki-laki terhadap seorang perempuan. Tak habisnya aku berpikir, kenapa orang yang sudah berumah tangga sekian lama tapi si perempuan baru mengalami orgasme satu kali saja dan itupun bukan oleh suaminya.
Baca Juga : Jepitan dan Kocokan Nikmat Siska
Selesai dari kamar mandi aku kembali ke ruang tamu dan kutemukan dia sedang melihat acara di televisi, tapi kulihat
dari wajahnya seakan pikirannya sedang menerawang, entah apa yang ada dalam pikirannya waktu itu.
“Jen, sudah malam nih, saya pulang dulu ya ..”
Terhenyak dia dan menatapku ..
“Emm, pak, maaf sebelumnya mau tidak malam ini nemanin Jenny?”
Kaget juga aku menerima pertanyaan seperti itu karena memang tidak terpikiran untuk menginap dirumahnya malam ini, tapi aku tak mau mengecewakan dia yang meminta dengan wajah mengharap.
“Waktu kan masih banyak, besok kita ketemu lagi di kantor, dan kapan-kapan kita masih bisa ketemu diluar kantor.”
Dia berdiri dan menghampiriku ..
“Terima kasih ya pak, Jenny sangat bahagia malam ini, saya harap bapak tidak bosan menemani saya.”
“Kita kan kenal sudah lama, saya selalu bersedia untuk membantu kamu dalam hal apapun.”
“Sekali lagi terima kasih, boleh kalau mau pulang sekarang dan tolong sampaikan salam saya buat ibu.”
Akhirnya aku pulang dengan terus dihinggapi pertanyaan didalam pikiranku, kenapa dia bisa begitu, kasihan sekali dia.
Seperti biasa esoknya aku masuk kantor pagi-pagi sekali karena memang selalu banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, kupikir belum ada siapa-siapa karena biasanya yang sudah ada waktu aku datang adalah office boy, tapi ternyata pagi itu aku disambut dengan senyuman Jenny yang sudah duduk di meja kerjanya.
Tidak seperti biasa, pada hari-hari sebelumnya aku selalu melihat Jenny dalam penampilan yang lain dari pagi ini, sekarang dia terlihat berseri dan terkesan ramah dan akrab.
“Pagi Jen.”
“Pagi pak.”
“Gimana, bisa tidur nyenyak tadi malam?”
“Ah bapak, bisa saja, tadi malam saya tidur pulas sekali.”
“Ya sudah, saya tinggal dulu ya, selamat bekerja.”
“Iya pak.”
aku meneruskan langkahku menuju ruang kerjaku yang memang tidak jauh dari meja kerjanya, dari dalam ruangan kembali aku melihat ke arahnya, ternyata dia masih menatapku sambil tersenyum.
Tidak seperti biasanya, aku merasakan hari ini bekerja merupakan sesuatu yang membosankan, suntuk rasanya menghadapi pekerjaan yang memang dari hari ke hari selalu saja ada sesuatu yang harus diulang, akhirnya aku menulis cerita ini.
HP didalam saku celanaku berbunyi, ada SMS yang masuk, kubuka SMS tersebut yang rupanya datang dari perempuan diseberang ruanganku yang tadi pagi menatapku sampai aku masuk ke ruangan ini .. ya dia, Jenny.
“Pak, nanti malam ada acara tidak? bisa tidak bapak menuhin janji bapak tadi malam.”
Begitulah isi SMS yang kuterima, aku berpikir agresif juga nih perempuan pada akhirnya. kuangkat telepon yang ada diatas meja kerjaku dan kutekan nomor extensin dia.
“Kenapa gitu jen, mau ngajak kemana?”
“Eh bapak, kirain siapa, tidak, Jenny udah sediain makan malam di rumah, bapak bisa kan makan malam sama Jenny nanti malam?”
“Boleh, kalau gitu nanti pulang saya tunggu di ruang parkir ya.”
“Iya pak, thank's.”
Sore hari aku terkejut karena waktu pulang sudah terlewat sepuluh menit, bergegas kubereskan ruanganku dan berlari menuju ruang parkir. Disana Jenny sudah menungguku, tapi dia tersenyum waktu melihatku datang, tadinya kupikir dia akan kecewa, tapi syukurlah kelihatanyya dia tak kecewa.
“Maaf jadi nunggu ya Jen, harus beres-beres sesuatu dulu.”
“Tidak apa-apa pak, Jenny juga barusan ada yang harus diselesaikan dulu dengan Suni.”
“Yok.” kataku sambil membukkan pintu untuk dia, dan dia masuk kedalam mobil kemudian duduk disebelahku.
Diperjalanan kami ngobrol kesana kemari, dan tanpa terasa akhirnya kami masuk ke komplek perumahan dimana Jenny tinggal lalu kami turun menuju ke rumahnya. Dia membuka pintu depan rumahnya dengan susah, rupanya ada masalah dengan kunci pintu tersebut.
Aku tak berusaha membantunya, karena dari belakang baru kuperhatikan kali ini kalau bagian tengah belakang milik Jenny menarik sekali, lingkarannya tak terlalu besar, tapi aku yakin laki-laki akan suka bila melihatnya dalam keadaan setengah berjongkok seperti itu.
Akhirnya pintu terbuka juga dan dia mempersilakan aku masuk, dan kamipun masuk. Setelah mempersilakan aku untuk duduk, dia pergi ke kamarnya, setelah itu dia kembali lagi dengan pakaian yang sudah digantinya, dia tidak langsung menghampiriku tapi terus melangkah ke arah dapur dan kembali dengan segelas air putih dan segelas kopi, lalu dia menyodorkan kopi tersebut kepadaku.
“Wah enak sekali nih hari gini minum kopi, kamu kok tidak minum kopi juga Jen?”
“Saya Tidak pernah minum kopi pak, Tidak boleh sama si mas.”
“Oh gitu.”
“Pak mobilnya dimasukin garasi aja ya, biar Jenny yang mindahin.”
“Boleh, sekalian saya mau ke kamar mandi dulu, badan rasanya tidak enak kalau masih ada keringatnya.”
“Handuknya ada di kamar mandi pak.”
Dia berdiri sambil menerima kunci mobil yang kuserahkan sedangkan aku berjalan ke kamar mandi untuk terus membersihkan badan yang memang rasanya agak tidak enak setelah barusan diperjalanan dihadapkan ke kondisi jalan yang cukup macet tak seperti biasa.
Keluar dari kamar mandi kudapati Jenny kelihatan sedikit bingung, kutanya dia,
“Kenapa jen, kok seperti yang bingung begitu ..”
“Gini pak, barusan ada telepon dari restoran yang saya pesan untuk makan malam, katanya Tidak bisa antar makanan yang dipesan karena kendaraannya tidak ada.”
“Ya sudah tidak apa-apa, kita kan bisa bikin makanan sendiri, punya apa yang bisa dimasak?”
“Aduh pak, Jenny jadi malu.”
“Sudah Tidak apa-apa kok, malah jadi bagus kita bisa masak barengan.”
Kataku sambil tersenyum, Jenny melangkahkan kakinya menuju dapur dan kuikuti, sampai didapur dia membuka kulkas yang ternyata hanya ada sedikit makanan yang siap masak disana. Akhirnya kami masak masakan seadanya sambil berbincang kesana kemari.
Tanpa sengaja aku perhatikan postur badan Jenny yang terlihat lain dengan pakaian yang dikenakan sekarang, pakaian yang sedikit ketat menyebabkan lekuk-lekuk badannya terlihat jelas, sungguh bentuk badan yang sempurna untuk wanita seusia dia
Tanpa sadar kuhampiri dia dan dari belakang kupeluk dia yang sedang melakukan tugasnya sebagai ibu rumah tangga, dia menoleh kearahku dan tersenyum, kudekatkan bibirku ke bibirnya dan dia menyambutnya, awalnya hanya ciuman biasa sampai akhirnya kami saling berpagutan disini, ya di dapur miliknya.
Berlanjut terus pergulatan bibir tersebut, kuraba buah dadanya dan kuremas dari luar bajunya. Tangan Jenny bergerak membuka kancing baju bagian depan dilanjutkan dengan menaikan BH yang dia pakai, dengan demikian tanganku kiri kanan lebih leluasa meremasnya.
Beberapa waktu kemudian kulepaskan bibirku dari bibirnya dan kuarahkan ke buah dadanya yang terlihat sungguh indah dengan warna puting yang kemerahan, kujilat puting yang sebelah kanan dan dia menarik nafas dalam menerima perlakuan itu, akhirnya kukulum puting itu dan kuhisap dalam-dalam sambil tangan kananku tetap meremas dadanya yang sebelah kiri.
Tangan kiriku kugerakkan ke arah pantatnya, dan kuremas pantat yang kenyal itu. Kumasukkan tangan itu ke dalam rok yang dia pakai dan disana kuraba ada sesuatu yang hangat dan sedikit basah dan kuraba-raba bagian itu terus menerus.
Rupanya dia tak tahan menerima sikapku itu, tangannya bergerak membuka resleting roknya dan menurunkannya. aku hentikan kegiatan bibirku di buah dadanya lalu bubuka celana dalamnya dan kutemukan bulu indah yang tidak terlalu banyak disana kusingkapkan sedikit dan kuarahkan bibirku kesana dan kujilat bagian kecil yang menonjol disana.
Suara lenguhan dari bibirnya sudah tidak terbayangkan lagi, akan memperpanjang cerita kalau saya tuliskan disini.
“Oh, pak, saya belum pernah merasakan ini, oh ..”
aku terus melanjutkan kegiatan lidahku diselangkangannya sambil terus memasukkan lidah ini kedalam gua lembab yang berbau khas milik wanita.
Lenguhan demi lenguhan terus keluar dari mulutnya sampai akhirnya kurasakan badannya mengejang dan bergetar dengan mengeluarkan teriakan yang tidak bisa ditahan dari mulutnya, dia sudah sampai ke puncak kenikmatan sentuhan seorang lelaku seperti aku ini, dan akhirnya kuhentikan kegiatanku itu lalu berdiri menghadap dia, tanpa kuduga dia mencium bibirku.
“Pak kita ke kamar ya.”
Dia menuntunku masuk ke kamar tidurnya, kamar itu terlihat rapi, lalu kami duduk dipinggir tempat tidur dan kembali saling berpagutan disana. Dia bangkit berdiri dihadapanku seraya bertanya.
“Boleh saya buka pakaian bapak?”
aku hanya tersenyum menanggapi pertanyaan tersebut, lalu dia membuka seluruh pakaian yang kukenakan sampai ke celana dalamku. Dia memegang senjataku yang dia dapati dibalik celana dalam yang baru saja terbuka, lalu dia menciumnya dan menjilatinya, nikmat sekali rasanya.
“Dari dulu saya ingin melakukan ini, tapi suami saya tidak pernah mau diperlakukan begini.”
Dia berkata begitu sambil kembali meneruskan kegiatannya menjilati senjata milikku, tanpa kuduga dia lanjutkan kegiatannya tadi dengan mengulum dan menyedot batang kemaluanku, dan rasanya lebih nikmat dari yang tadi kurasakan. Akhirnya dia berhenti berlaku seperti itu dan berkata.
“Pak, tidurin Jenny ya.”
Tanpa menunggu permintaan itu terulang aku baringkan badannya diatas tempat tidur, aku ciumi sekujur badannya yang dibalas dengan gelinjangan badan mulus itu, akhirnya setelah sekian lama kucoba masukkan kemaluanku kedalam lubang kemaluannya yang memang sudah basah dari sejak tadi, dan “Ahh ..” itulah yang keluar dari mulut Jenny, sungguh nikmat sekali rasanya memasuki badan yang telanjang ini, dan satu lagi, lubang kemaluannya masih terasa cukup sempit dan menggigit, terbersit dalam pikiranku sebuah pertanyaan, sebesar apa milik suaminya sampai lubang ini masih terasa sempit seperti ini.
Kuperhatikan jam yang ada di dinding kamarnya menunjukkan bahwa aku sudah mengeluar masukkan kemaluanku kedalam badannya selama dua puluh menit dan akhirnya kembali kurasakan badannya mengejang sambil mengeluarkan suara-suara aneh dari mulutnya, akhirnya dia menggelepar sambil memeluk badanku erat-erat seolah tak ingin lepas dari badannya, karena pelukannya itu aku jadi terhenti dari kegiatanku.
Beberapa waktu kemudian Jenny melepaskan pelukannya dan terkulai lemas, tapi aku melihat sebuah senyuman puas diwajahnya dan itu membuat aku merasa puas karena malam ini dia sudah dua kali mendapatkan apa yang selama ini belum pernah dia dapatkan dari suaminya.
“Gimana jen?”
“Aduh, Jenny lemas tapi tadi itu nikmat sekali ..”
“Jenny mau coba gaya yang lain?”
“Emm ..”
Kubangunkan badannya dan kugerakkan untuk membelakangiku, kudorong pundaknya dengan pelan sampai dia menungging dihadapanku, kumasukkan kejantananku kedalam lubang senggamanya dan dia mengeluarkan teriakan kecil.
“Aduh .. Pak enak sekali, dorong terus pak, Jenny belum pernah merasakan kenikmatan seperti ini ..”
Aku keluar masukkan kemaluanku ini kedalam badannya dengan irama yang semakin lama semakin kupercepat, lama juga aku melakukan itu sampai akhirnya dia berkata “Pak Jenny mau pipis lagi ..”, semakin kupercepat gerakanku karena kurasakan ada sesuatu yang mendorong ingin keluar dari dalam badanku.
Dalam kondisi lemas dan masih menungging Jenny menerima gerakan maju mundur dariku, mungkin dia tahu kalau aku sebentar lagi mencapai klimaks, dan akhirnya menyemburlah cairan dari kemaluanku masuk semua kedalam badannya.
Beberapa waktu kemudian aku merasakan badanku lemas bagai tak bertulang dan kucabut senjataku dari lubang milik Jenny.
Aku terbaring disampingnya setelah melepaskan nikmat yang tiada tara, dia tersenyum puas sambil menatapku dan memelukku, lalu kami tertidur dengan perasaan masing-masing.
Dalam tidur aku memimpikan kegiatan yang barusan kami lakukan dan waktu hampir pagi aku terbangun kudapati Jenny masih terpejam dengan wajah yang damai sambil masih memelukku, kulepaskan pelukkannya dan dia terbangun, lalu kami meneruskan kegiatan yang tadi malam terpotong oleh tidur sampai akhirnya kami berdua bangun dan menuju kamar mandi dalam keadaan masing-masing telanjang bulat tanpa sehelai benangpun menutupi badan kami.
Dikamar mandi kami melakukannya lagi, dan kembali dia mengucapkan kata-kata yang tidak habis aku bisa mengerti “Jenny belum pernah melakukan seperti ini sebelumnya ..”.
Akhirnya kami berangkat kerja dari rumah Jenny, sengaja masih pagi agar tidak ada orang di kantor yang melihat kedatangan kami berdua untuk menghindari sesuatu yang kami berdua tak inginkan.
Sampai saya menulis cerita ini, masih tetap terngiang kata-katanya yang sering mengucapkan kata-kata “Jenny belum pernah melakukan seperti ini sebelumnya ..” setiap saya berhubungan dengan dia dengan gaya yang lain.
Berawal dari situlah kami sering melakukan hubungan suami istri, dan itu selalu kami lakukan atas permintaan dari dia, aku sendiri tak pernah memintanya karena aku tak mau dia punya pikiran seolah-olah aku mengeksploitir dia. Dan sekarang Jenny yang kukenal jauh berbeda dari Jenny yang dulu, dia menjadi orang yang ramah dan selalu tersenyum kepada semua orang dilingkungannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar